Teori dramatisme adalah teori yang mencoba memahami tindakan kehidupan manusia sebagai drama. Dramatisme, sesuia dengan namanya, mengonseptualisasikan kehidupan sebagai sebuah drama, menempatkan suatu focus kritik pada adegan yang diperlihatkan oleh berbagai pemain. Seperti dalam drama, adegan dalam kehidupan adalah penting dalam menyingkap motivasi manusia. Dramatisme memberikan kepada kita sebuah metode yang sesuai untuk membahas tindakan komunikasi antara teks dan khalayak untuk teks, serta tindakan di dalam teks itu sendiri.
Drama adalah metafora yang berguna bagi ide-ide Burke untuk tiga alasan: (1) drama menghasilkan cakupan yang luas, dan Burke tidak membuat klaim yang terbatas; tujuannya adalah untuk berteori mengenai keseluruhan pengalaman manusia. Metafora dramatis khususnya berguna dalam menggambarkan hubungan manusia karena didasarkan pada interaksi atau dialog. (2) drama cenderung untuk mengikuti tipe-tipe atau genre yang mudah dikenali: komedi, musical, melodrama dan lainnya. Burke merasa bahwa cara kita membentuk dan menggunakan bahasa dapat berhubungan dengan cara drama manusia ini dimainkan. (3) drama selalu ditujukan pada khalayak. Drama dalam hal ini bersifat retoris. Burke memandang sastra sebagai “peralatan untuk hidup”, artinya bahwa literature atau teks berbicara pada pengalaman hidup orang dan masalah serta memberikan reaksi untuk menghadapi pengalaman ini. Dengan demikian, kajian dramatisme mempelajari cara-cara dimana bahasa dan penggunaannya berhubungan dengan khalayak.
Asumsi Dramatisme
1. Manusia adalah hewan yang menggunakan symbol. Beberapa hal yang dilakukan manusia dimotivasi oleh naluri hewan yang ada dalam diri kita dan beberapa hal lainnya dimotivasi oleh symbol-simbol. Dari semua symbol yang digunakan manusia yang paling penting adalah bahasa.
2. Bahasa dan symbol membentuk sebuah system yang sangat penting bagi manusia. Sapir dan Whorf (1921; 1956) menyatakan bahwa sangat sulit untuk berfikir mengenai konsep atau objek tanpa adanya kata-kata bagi mereka. Jadi, orang dibatasi (dalam batas tertentu) dalam apa yang dapat mereka pahami oleh karena batasan bahasa mereka. Ketika manusia menggunakan bahasa, mereka juga digunakan oleh bahasa tertentu. Ketika bahasa dari suatu budaya tidak mempunyai symbol untuk motif tertentu, maka pembicara yang menggunakan bahasa tersebut juga cenderung untuk tidak memiliki motif tersebut. Kata-kata, pemikiran, dan tindakan memiliki hubungan yang sangat dekat satu sama lain.
3. Manusia adalah pembuat pilihan. Dasar utama dari dramatisme adalah pilihan manusia. Hal ini ada keterikatannya dengan konseptualisasi akan agensi (agency), atau kemampuan actor sosial untuk bertindak sebagai hasil pilihannya.
Dramatisme sebagai Retorika Baru
Dramatisme merupakan retorika baru. Bedanya dengan retorika lama adalah retorika baru lebih menekankan pada identifikasi dan hal ini dapat mencakup faktor-faktor yang secara parsial “tidak sadar” dalam mengajukan pernyataannya disamping retorika yang lama menekankan pada persuasi dan desain yang terencana.
Identifikasi dan Substansi
Substansi (sifat umum dari sesuatu) dapat digambarkan dalam diri seseorang dengan mendaftar karakteristik demografis serta latar belakang dan fakta mengenai situasi masa kini, seperti bakat dan pekerjaan. Burke berargumen bahwa ketika terdapat ketumpangtindihan antara dua orang dalam hal substansi mereka, mereka mempunyai identifikasi (ketika dua orang memiliki ketumpangtindihan pada substansi mereka). Semakin besar ketumpangtindihan yang terjadi, makin besaridentifikasi yang terjadi. Kebalikannya juga benar, semakin kecil tingkat ketumpangtindihan individu, makin besar pemisahan (ketika dua orang gagal untuk mempunyai ketumpangtindihan dalam substansi mereka). Walaupun demikian, pada kenyataannya dua orang tidak dapat sepenuhnya memiliki ketumpangtindihan satu dengan lainnya. Burke sadar akan hal ini dan menyatakan bahwa “ambiguitas substansi” menyatakan bahwa identifikasi akan selalu terletak pada kesatuan dan pemisahan. Para individu akan bersatu pada masalah-masalah substansi tertentu tetapi pada saat bersamaan tetap unik, keduanya “disatukan dan dipisahkan” (Burke, 1950). Selanjutnya Burke mengindikasikan bahwa retorika dibutuhkan untuk menjembatani pemisahan dan membangun kesatuan. Burke merujuk proses ini sebagai konsubstansiasi (ketika permohonan dibuat untuk meningkatkan ketumpangtindihan antara orang), atau meningkatkan identifikasi mereka satu sama lain.
Proses Rasa Bersalah dan Penebusan
Konsubstansiasi, atau masalah mengenai identifikasi dan substansi, berhubungan dengan siklus rasa bersalah/penebusan karena rasa bersalah dapat dihilangkan sebagai hasil identifikasi dan pemisahan. Bagi Burke, proses rasa bersalah dan penebusan mengamankan keseluruhan konsep simbolisasi. Rasa bersalah (tekanan, rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang menyebalkan lainnya) adalah motif utama untuk semua aktifitas simbolik, dan Burke mendefinisikan rasa bersalah secara luas untuk mencakup berbagai jenis ketegangan, rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang tidak menyenangkan lainnya. Hal yang sama dalam teori Burke adalah bahwa rasa bersalah adalah sifat intrinsic yang ada dalam kondisi manusia. Karena it uterus merasa bersalah, kita juga terus berusaha untuk memurnikan diri kita sendiri dari ketidaknyamanan rasa bersalah. Proses merasa bersalah dan berusaha untuk menghilangkannya ada di dalam siklus Burke, yang mengikuti pola yang dapat diprediksi:
1. Tatanan atau hierarki (peringkat yang ada dalam masyarakat terutama karena kempuan kita untuk menggunakan bahasa).
2. Negatifitas (menolak tempat seseorang dalam tatanan sosial; memperlihatkan resistensi).
3. Pengorbanan (cara dimana kita berusaha untuk memurnikan diri kita dari rasa bersalah yang kita rasakan sebagai bagian dari menjadi manusia). Ada dua metode untuk memurnikan diri dari rasa bersalah, dengan menyalahkan diri sendiri) dan pengkambinghitaman (salah satu metode untuk memurnikan diri dari rasa bersalah, dengan menyalahkan orang lain).
4. Penebusan (penolakan sesuatu yang tidak bersih dan kembali pada tatanan baru setelah rasa bersalah diampuni sementara).
Pentad
Selain mengembangkan teori dramatisme, Burke (1954) menciptakan suatu metode untuk menerapkan teorinya terhadap sebuah pemahaman aktifitas simbolik. Metode tersebut adalah pentad (metode untuk menerapkan dramatisme). Hal-hal ini yang diperhatikan untuk menganalisis teks simbolik, yaitu:
1. Tindakan (sesuatu yang dilakukan oleh seseorang).
2. Adegan (konteks yang melingkupi tindakan).
3. Agen (orang yang melakukan tindakan).
4. Agensi (cara-cara yang digunakan untuk melakukan tindakan).
5. Tujuan (hasil akhir yang dimiliki agen dari suatu tindakan).
6. Sikap (cara dimana agen memosisikan diri relative terhadap elemen lain).
Kita menggunakan pentad untuk menganalisis sebuah interaksi simbolik, penganalisis pertama-tama menentukan sebuah elemen dari pentad dan mengidentifikasi apa yang terjadi dalam suatu tindakan tertentu. Setelah memberikan label pada poin-poin dari pentad dan menjelaskannya secara menyeluruh, analisis kemudian mempelajari rasio dramatistik (proporsi dari satu elemen pentad dibandingkan dengan elemen lainnya).
Daftar Pustaka
West, Richard. Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar