Peraturan Perundangan tentang Pers di Indonesia
1. Masa Pemerintah Kolonial Hindia Hindia Belanda
2. Masa Pendudukan Jepang
3. Masa Kemerdekaan
Ad.1. Era Kolonial Hindia Belanda
INDONESIA MERDEKA 1945 => wartawan Indonesia menuntut penghapusan:
1. Persbreidel Ordonantie
2. pasal2 karet dalam KUHP
Persbreidel Ordonantie (undang-undang tentang pemberangusan pers) disahkan 7 September 1931 => tiruan UU serupa produk Kolonial Inggris untuk meredam gerakan pro kemerdekaan di India pimpinan Mahatma Gandhi
Ketentuan Persbreidel Ordonantie :
Memberikan kewenangan kepada GUBERNUR JENDRAL HINDIA BELANDA untuk melarang PEREDARAN dan PENERBITAN sebuah media cetak DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU
Alasannya? UNTUK MEMELIHARA KETERTIBAN UMUM!
Prosedur :
• Harus ada pertimbangan dari DEWAN HINDIA (Raad Van Indie)
• Ada proses pembuktian melalui peradilan
• Keputusan disampaikan oleh Jaksa Agung (Procureur General) kepada pimpinan penerbitan yang bersangkutan
Jangka waktu pelarangan MAKSIMAL SATU TAHUN dan SETELAH ITU BOLEH TERBIT KEMBALI! (Bandingkan dengan ketentuan PERMENPEN RI No.01/1984 ttg SIUPP) Kecuali :
• Dapat membuktikan, bahwa apa yang dituduhkan tidak benar
• Gubernur Jendral memutuskan tidak perlu lagi ada larangan terbit
Peraturan Penerbitan Hindia Belanda membedakan :
• Larangan peredaran (pasal 1 PO), dan
• Larangan pencetakan (pasal 2 PO) maksimal 8 hari untuk harian, dan tiga kali terbit untuk terbitan berkala
Persbreidel Ordonantie dinyatakan tidak berlaku dengan UU No.23 Tahun 1954 (disahkan 2 Agustus 1954) atas dasar pasal 19 j.o. pasal 33 UUDS tentang “Hak-Hak dan Kebebasan Dasar Manusia)
Ad.2. Pendudukan Militer Jepang
Pers banyak difungsikan sebagai alat propaganda militer: MEYAKINKAN PEMBACA AKAN KEMENANGAN TENTARA JEPANG DI ASIA
Ada SENSOR oleh militer terhadap tulisan atau berita yang dianggap merugikan; mengabarkan kemunduran pendudukan militer Jepang di Asia
Ad.3. Era Kemerdekaan
Penghapusan pasal2 karet dalam KUHP (UU No.1 Tahun 1946) peninggalan pemerintah Hindia Belanda, pasal 1 “Hukum Pidana yang berlaku adalah Hukum Pidana tanggal 8 Maret 1942”
Dengan UU No.1/1946 dihapus: pasal 153 bis dan pasal 153 ter, tetapi DIPERTAHANKAN pasal 154 s/d 157 KUHP yang dikenal dengan HAATZAI ARTIKELEN (Delik Penyebar Kebencian)
Alasannya?
Untuk menjaga ketentraman dan ketertiban umum dalam masyarakat, agar masyarakat tidak terkena hasutan2 yang dapat memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara pidato, menyebarluaskan tulisan atau gambar pada khalayak ramai.
Metoda interpretasi terhadap konstitusi :
• Original Intent/Original Meaning : interpretasi terhadap konstitusi sebagaimana dimaksudkan oleh para perumusnya (pembuat UU)
• Non Originalism: Interpretasi bebas, dengan kesadaran penuh bahwa interpretasi ini adalah keinginan publik atau berdasarkan rasa keadilan yang ada di dalam masyarakat SUBYEKTIF, MANIPULATIF, SARAT KEPENTINGAN, ADA DISTORSI
Pasca Merdeka, untuk memperoleh KEPASTIAN HUKUM wartawan Indonesia dan masyarakat pers nasional Indonesia menuntut adanya UU yang mengatur pers
Tidak mudah memperoleh titik temu antara kepentingan pemerintah dan pers
Baru 1966 ada UU yang mengatur pers : Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers UU No.11 tahun 1966 (ditetapkan 12 Desember 1966)
UU No.11/1966 kurang cermat, tidak cocok dengan ketentuan perundangan yang berlaku sebelumnya :
• Pasal 4 UU No.11/1966 “Terhadap pers nasional tidak dikenakan sensor dan pembreidelan”
• Dalam Panpres No.4 tahun 1963 ttg “Pengamanan terhadap barang2 cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum” disebutkan : Menteri Jaksa Agung berwenang untuk melarang beredarnya barang cetakan yang dianggap dapat mengganggu ketertiban umum.
• Supaya tidak ada aturan yang saling bertentangan, maka ditetapkan UU No.4 tahun 1967 (4 Mei 1967) yang isinya membatalkan Panpres No.4 tahun 1963.
• Atas dasar TAP MPR No.IV/MPR/1978 IV.d angka 4 huruf f, terdapat ketentuan untuk meninjau kembali UU No.11/1966 j.o. UU No.4/1967, dengan pertimbangan :
Adanya keharusan untuk menjawab tantangan masa depan mengingat perkembangan teknologi di bidang informasi, komunikasi dan media massa.
• Untuk memenuhi TAP No.IV/MPR/1978 tsb, lahirlah UU No.21 tahun 1982 (20 Desember 1982) dengan alasan/ perubahan :
Adanya istilah2 dalam UU No.11/1966 jo UU No.4/1967 yang tidak sesuai dengan perkembangan jaman
Ketentuan UU No.11/1966 “Pemerintah bersama-sama Dewan Pers…” diubah menjadi “Pemerintah setelah mendengarkan pertimbangan Dewan Pers …”
Organisasi Pers adalah Organisasi Wartawan, Organisasi Perusahaan Pers, Organisasi Grafika Pers, dan Organisasi Periklanan yang sisetujui pemerintah.
UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers
Reformasi 21 Mei 1998 ditandai oleh lengsernya Soeharto. Ada aturan2 baru yang muncul di era reformasi yang memberikan ruang/kebebasan terhadap pers nasional misal, penyederhanaan prosedur untuk memperoleh SIUPP, dan pencabutan SK Menpen No.48/1975 tentang Organisasi Wartawan.
Sumber : Bahan Kuliah Mata Kuliah Hukum Komunikasi Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro Semarang (Dosen : Drs. Wiwid Noor Rakhmad)